https://bojonegoro.times.co.id/
Opini

Paralegal dan Jalan Sunyi Menjemput Keadilan Rakyat

Selasa, 07 Oktober 2025 - 18:38
Paralegal dan Jalan Sunyi Menjemput Keadilan Rakyat Choirul Anam, Wakil Ketua Bidang Ekonomi PC GP Ansor Bojonegoro.

TIMES BOJONEGORO, BOJONEGORO – Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan mengikuti Diklat Paralegal yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Bantuan Hukum (PBH) Bojonegoro, di bawah kepemimpinan H. Sunaryo Abumain. 

Kegiatan ini terasa lebih dari sekadar pelatihan teknis hukum. Ia seperti membuka tirai panjang antara rakyat kecil dan keadilan yang selama ini tampak jauh, bahkan sulit dijangkau oleh mereka yang tidak punya akses atau kuasa.

Salah satu materi paling berkesan datang dari Dr. H. Zuman Malaka, Ketua Umum Persatuan Pengacara Republik Indonesia (Perari). Dengan lantang ia menegaskan bahwa kehadiran paralegal bukan untuk menyaingi advokat, melainkan menjembatani akses hukum bagi kelompok rentan. 

Kata kuncinya: akses. Karena dalam realitas kita, hukum sering kali hanya bisa dijangkau oleh mereka yang tahu pintunya atau punya cukup “kunci” untuk membukanya.

Paralegal hadir sebagai jembatan sederhana yang menghubungkan warga dengan hukum. Mereka bukan advokat, tapi memiliki pengetahuan dasar dan kemampuan memberikan bantuan hukum nonlitigasi. 

Dari perkara tanah, kekerasan dalam rumah tangga, hingga sengketa warisan paralegal menjadi penolong pertama bagi masyarakat yang terpinggirkan.

Di Bojonegoro, wilayah yang sebagian besar masih pedesaan, kehadiran paralegal amat relevan. Ketika seorang buruh tani kehilangan upah, atau seorang janda tua bersengketa soal tanah dengan pihak berkuasa, siapa yang pertama kali bisa mereka datangi? 

Bukan pengacara di kota, tetapi orang terdekat di lingkungannya. Di sinilah peran paralegal menemukan maknanya: bukan di ruang sidang, tetapi di ruang tamu, balai desa, dan halaman rumah rakyat kecil.

Pertanyaan reflektif muncul: Apakah negara gagal melindungi warganya hingga rakyat harus mencari keadilan lewat paralegal?

Jawabannya tentu tidak sesederhana “ya” atau “tidak”. Negara memang memiliki kewajiban konstitusional untuk menjamin perlindungan hukum bagi setiap warga. Faktanya, keterbatasan sumber daya, birokrasi yang berbelit, serta ketimpangan sosial membuat banyak rakyat tak tersentuh oleh layanan hukum formal.

Data Komnas HAM mencatat, pelanggaran hak warga kecil mulai dari konflik agraria hingga kekerasan terhadap perempuan masih sering terjadi, dan sebagian besar korbannya tak punya akses terhadap pendampingan hukum. 

Dalam situasi semacam itu, paralegal tampil sebagai tangan panjang keadilan. Mereka menjadi “wajah manusiawi” dari hukum yang sering kali dingin dan birokratis.

Frasa “hukum sebagai panglima” sering digaungkan di ruang-ruang formal negara hukum. Namun di lapangan, yang tampak justru paradoks: hukum kerap tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Masih segar dalam ingatan publik, bagaimana seorang warga miskin dijebloskan ke penjara karena mencuri buah, sementara koruptor kelas kakap bisa tersenyum di balik fasilitas mewah lembaga pemasyarakatan. Inilah kenyataan getir yang membuat hukum kehilangan rohnya.

Di tengah situasi itu, paralegal hadir sebagai agen koreksi sosial. Mereka bukan hakim, bukan jaksa, tapi mereka memahami denyut penderitaan rakyat. 

Seorang paralegal sejati tidak hanya hafal pasal, tapi juga peka pada rasa. Mereka mengembalikan makna hukum pada tempatnya: sebagai pelindung, bukan penghakim.

Jika kita menelusuri akar budaya Indonesia, semangat paralegal sejatinya tumbuh dari nilai-nilai lokal: musyawarah, gotong royong, dan rasa adil desa. Dalam masyarakat tradisional, penyelesaian sengketa dilakukan melalui rembug warga ruang sosial tempat keadilan ditegakkan tanpa formalitas berlebihan.

Kini, ketika nilai-nilai itu mulai terkikis oleh modernisasi, kehadiran paralegal menjadi bentuk kebangkitan baru dari tradisi lama: keadilan yang dekat, murah, dan manusiawi. Mereka membawa kembali semangat gotong royong ke dalam konteks hukum modern.

Jalan ini tentu tidak tanpa rintangan. Paralegal masih sering dianggap “bukan siapa-siapa” di mata birokrasi hukum. Padahal di lapangan, merekalah garda terdepan yang menjadi pelindung pertama masyarakat. Dukungan pelatihan, sertifikasi, serta pengakuan kelembagaan menjadi kebutuhan mendesak agar gerakan ini tidak hanya simbolik.

Pelatihan yang digelar oleh PBH Bojonegoro menjadi contoh langkah nyata. Ia bukan hanya membentuk kader hukum rakyat, tetapi juga menumbuhkan kesadaran bahwa keadilan bukan monopoli lembaga formal, melainkan hak yang hidup di tengah masyarakat.

Bojonegoro, dengan kekayaan alam dan keragaman sosialnya, adalah cermin kecil dari Indonesia. Di tengah geliat pembangunan, masih ada kesenjangan yang membelah akses terhadap hukum. Maka memperkuat kapasitas paralegal bukan hanya soal teknis, melainkan bagian dari membangun masyarakat madani yang sadar hak dan berdaya hukum.

Ke depan, paralegal dapat menjadi mitra strategis pemerintah daerah: membantu penyuluhan hukum, mediasi sengketa, hingga advokasi warga. Sebab ketika masyarakat paham hukum, barulah hukum benar-benar menjadi panglima bukan alat kuasa.

Mahatma Gandhi pernah berkata, “The true measure of any society can be found in how it treats its most vulnerable members.” Ukuran sejati suatu bangsa bukan terletak pada megahnya gedung pengadilan, melainkan pada seberapa mudah rakyat kecil memperoleh keadilan.

Dan lewat tangan-tangan paralegal di Bojonegoro yang bekerja dengan nurani, bukan sekadar pasal kita menyaksikan hukum yang mulai bernyawa kembali: hukum yang hadir di tengah rakyat, menegakkan keadilan dari bawah, bukan dari menara gading.

***

*) Oleh : Choirul Anam, Wakil Ketua Bidang Ekonomi PC GP Ansor Bojonegoro.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Bojonegoro just now

Welcome to TIMES Bojonegoro

TIMES Bojonegoro is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.